Komponen - komponen Kurikulum
KOMPONEN – KOMPONEN
DASAR KURIKULUM 2013
Kurikulum merupakan jantungnya pendidikan karena kurikulum
menentukan jenis dan kualitas pendidikan. Oleh karena itu kurikulum harus
disusun dan disempurnakan dengan perkembangan zaman.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan. Hal
ini sejalan dengan Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal
35 dan 36 yang menenkankan perlunya peningkatan standar nasional
pendidikan sebagai acuan kurikulum serta berencana dan berkala dalam
rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Atas dasar itu pula di Indonesia sudah beberapa kali mengalami
perbaikan kurikulum. Dan sekarang ini pendidikan di Indonesia dihadapkan dengan
kurikulum terbaru yaitu “Kurikulum 2013” yang pada 15 Juli 2013 siap untuk
diimplementasikan. Dikarenakan kurikulum ini merupakan kurikulum yang masih
awam pemberlakuannya, masih banyak dari pelaksana pendidikan belum paham betul
esensi dari kurikulum ini. Misalnya kompenen – kompenen apa saja yang terdapat
pada kurikulum 2013 yang mesti dipahami agar penerapannya sesuai dengan aturan.
Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi
pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik secara holistik (seimbang).
Kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap ditagih dalam rapor dan
merupakan penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik. Pada kurikulum
2013, pemerintah menetapkan standar nasional pendidikan, Kerangka Dasar dan
Strukur Kurikulum, Silabus, dan Pedoman Implementasi Kurikulum, sedangkan
setiap satuan pendidikan seperti halnya pada Kurikulum 2006, juga menyusun
KTSP, kecuali dokumen – dokumen yang berupa Silabus setiap mata pelajaran sudah
d susun oleh pemerintah, guru tinggal mengopi dan menyusunnya menjadi satu
kesatuan KTSP yang utuh.
Kurikulum 2013 mulai dilaksanakan pada tahun ajaran
2013-2014 pada sekolah yang ditunjuk pemerintah maupun sekolah yang siap
melaksanakannya. Meskipun masih premature, namun ada beberapa hal yang
dirasakan oleh banyak kalangan terutama yang langsung berhadapan dengan
kurikulum itu sendiri.
Pemerintah menjelaskan bahwa kurikulum 2013 akan membawa
perubahan besar dalam dunia pendidikan, karena mereka menganggap bahwa di dalam
kurikulum 2013 banyak memberikan jawaban dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan yang muncul di dalam pelaksanaan KTSP.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya
penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun
untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik
atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan
mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka
ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi
pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada
fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan
siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih
baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga
nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan
di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pengembangan kurikulum 2013, dilandasi oleh Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014, dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Asas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Karakteristik
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan karakteristik sebagai
berikut :
1. Mengembangkan sikap
spiritual dan social, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama, kemampuan
intelektual dan psikomotorik secara seimbang
2. Memberikan
pengalaman belajar terencana ketika peserta didik menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat sebagai sumber belajar secara seimbang.
3. Mengembangkan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta meneerapkannya dalam berbagai
situasi di sekolah dan masyarakat.
4. Memberi waktu
yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetauan, dan
keterampilan.
5. Kompetensi dinyatakan
dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi
dasar mata pelajaran.
6. Kompetensi inti
kelas menjadi unsur pengorganisasian (organizing elements) kompetensi
dasar, dimana semua kompentsi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk
mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi ini.
7. Kompetensi dasar
dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced)
dan memperkaya (enriched) antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertical)
Kompenen – kompenen Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 memiliki 4 (empat) komponen utama,
yaitu : (1) tujuan; (2) materi/isi; (3) Metode/strategipembelajaran; dan (4)
evaluasi. Keempat komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak
bisa dipisahkan.
1.
Tujuan
Mengingat
pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan
para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam
teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing.
Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki
esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994)
bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama
yaitu:
1. Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes,
knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective
life to the greatest possible extent.
2. Equity; enable all citizens to participate in cultural and
economic life by coverring them an equal basic education.
3. Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural
heritage over the generation but also guide education towards mutual understanding
and towards what has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif
pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional,
bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan
nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan
ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari
setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
1. Tujuan pendidikan
dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
2. Tujuan pendidikan
menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
3. Tujuan pendidikan
menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu berkonstribusi
pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
a.
Tujuan Pendidikan
Nasional
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan
nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa “ Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
b.
Tujuan
Institusional
Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai
oleh setiap lembaga pendidikan, sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh
setiap siswa setelah menempuh atau menyelesaikan program di lembaga pendidikan
tertentu. Tujuan institusional juga merupakan cerminan dari standar kompetensi
lulusan yang diharapkan dari setiap tingkat satuan pendidikan. Standar
kompetensi lulusan terbagi menjadi tiga domain, yakni domain kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
c.
Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap
bidang studi atau mata pelajaran, sebagai kualifikasi yang harus dimiliki siswa
setelah menyelesaikan bidang studi tertentu di lembaga pendidikan.
d.
Tujuan
Instruksional atau Tujuan Pembelajaran
Kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mempelajari materi tertentu
dalma bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.
2.
Komponen Isi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang
diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan
dan isi program masing-masing bidang studi tersebut.Bidang-bidang studi
tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Dalam menentukan
materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori
pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan
kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme,
eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam
hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
1. Teori; seperangkat
konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang
menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan –
hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan
gejala tersebut.
2. Konsep; suatu abstraksi
yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi
singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi; kesimpulan umum
berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau
pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip; yaitu ide
utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara
beberapa konsep.
5. Prosedur; yaitu seri
langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan
peserta didik.
6. Fakta; sejumlah
informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi,
orang dan tempat serta kejadian.
7. Istilah, kata-kata
perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9. Definisi:yaitu penjelasan
tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang
digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum.
Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan
tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi
pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan
topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya
tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan
pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah
diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk
mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang
lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih
kecil dan obyektif.
Dengan melihat
pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi
pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam
prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam
menentukan isi kurikulum antara lain:
·
Isi kurikulum
harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
·
Isi kurikulum
harus mencerminkan kenyataan sosial.
·
Isi kurikulum
harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji.
·
Isi kurikulum
mengandung bahan pelajaran yang jelas.
·
Isi kurikulum
dapat menunjanga tercapainya tujuan pendidikan.
3.
Komponen Metode
atau Strategi
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat
dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum
terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini
tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran
yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah
penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh
kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka
strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru
merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai
pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai
obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan
teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu,
pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi
pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan
progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam
suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang
menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian
dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi,
simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran
guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan
dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai
motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar
dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan
pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi
yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri
dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi
atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran
teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara
individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk
belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau
media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih
cenderung sebagai director of learning, yang berupaya
mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan
belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan
uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi
pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan
keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan
ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan
akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya
seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara
variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat
melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan
efektivitas yang tinggi.
Secara singkat, komponen metode meliputi rencana, metode, dan
perangkat yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kurikulum
2013 ini, para tenaga pendidik memiliki ruang untuk mengembangkan meode
pembelajaran yang kreaif dan iniatif dalam menyampaikan mata pelajaran yang
memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara
aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi. Pemilihan atau
pembuatan metode atau strategi dalam menjalankan kurikulum yang telah dibuat
haruslah sesuai dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang ingin
dicapai.
4.
Komponen Evaluasi
Penilaian (Evaluasi) kurikulum meliputi semua aspek batas
belajar. Menurut Schwartz dan kawan – kawannya, penilaian adalah suatu program
untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau faedah suatu pengalaman.
Syarat – syarat umum evaluasi adalah penilaian yang harus
dilaksanakan harus memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai berikut :
1.
Memiliki
validitas, artinya evaluasi harus benar – benar mengukur apa yang hendak
diukur.
2.
Mempunyai
realibiltas, menunjukkan ketetapan hasilnya. Dengan kata lain, orang yang akan
dites itu akan mendapat skor yang sama bila dites kembali dengan alat uji yang
sama
3.
Efisiensi, suatu
alat evaluasi sedapat mungkin dipergunkan tanpa membuang waktu dan uang banyak.
4.
Kegunaaan/kepraktisan,
alat evaluasi harus berguna. Yaitu untuk memperoleh keterangan tentang siswa.
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam
pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat
ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum
yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth
and progress of students toward objectives or values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum
dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari
berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada
efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba
menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it,
the capacity of students, the relative importance of various subject, the
degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so
on.”
Pada bagian lain,
dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya
ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut
ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau
komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu
komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses
dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan
syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value
and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics
worth and validity and integration.”
Evaluasi
kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus
evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi
kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi
kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk
mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar,
tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi
kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot
dan sebagainya
Evaluasi
kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan
pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil
evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para
pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta
didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran,
cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi
kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2)
pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi.
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan
pengukuran dan pengumpulan data dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan
pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang akan
dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjuk pada prestasi
belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indicator adanya dan derajat
perubahan tingkah laku siswa.
Komponen evaluasi untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan.
Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan dapat dikelompokkan dalam dua
jenis yaitu tes dan nontes.
·
Tes
Tes harus memiliki dua kriteria, yaitu kriteria
validitas dan reabilitas. Jenis – jenis tes terdiri atas tes hasil belajar yang
dapat dibedakan atas beberapa jenis. Berdasakan jumlah peserta, tes hasil
belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individu. Dilihat dari
cara penyusunannya, tes juga dapat dibedakan menjadi tes buatan guru dan tes
standar.
·
Nontes
Nontes adalah alat evaluasi yang digunkan untuk menilai aspek
tingkah laku temasuk sikap, minat dan motivasi. Ada bebrapa jenis nontes
sebagai alat evaluasi, di antaranya wawancara observasi, studi kasus, skala
penilaian.
Dari pemaparan di atas ada beberapa permasalahan yang perlu dibahas bersama.- Sudah lengkapkah komponen-komponen penyusun kurikulum yang terdiri dari empat komponen dasar untuk mewujudkan tujuan pendidikan di Indonesia ?
- Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.” Permasalahannya, apa tujuan utama dari tahap evaluasi tersebut dan siapa saja yang berperan pada tahap evaluasi kurikulum ?
Menurut dian sudah lengkap kak. Mengingat komponen nya ada tujuan isi strategi dan evaluasi. Disini evaluasi berati perkembangan kurikulum akan terus terjadi. Karna evaluasi mencakup semua penilaian mulai dari tujuan isi sampai strategi termasuk pengalaman siswa dan guru dalam proses belajar Itu sangat penting di evaluasi. Agar kemajuan pendidikan di indonesia semakin baik. Maka dari itu komponen2 pokok kurikulum sudah lengkap. Jikapun ada perubahan kemajuan teknologi. Itu disesuaikan dengan kompponen2nya.
BalasHapussaya setuju dengan pendapat dian, komponen dari kurikulum yang saat ini diterapkan tentulah sudah lengkap, jika salah satunya tidak ada maka akan terjadi ketimpangan (tidak akan berjalan sesuai yang diharapkan)
Hapussaya setuju dengan pendapat teman-teman bahwa evaluasi mencakup semua penilaian mulai dari tujuan isi sampai strategi termasuk pengalaman siswa dan guru dalam proses belajar Itu sangat penting di evaluasi. Agar kemajuan pendidikan di indonesia semakin baik. Maka dari itu komponen pokok kurikulum sudah lengkap.
HapusMenurut saya evaluasi kurikulum bertujuan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
BalasHapusSedangkan yang berperan penting dalam evaluasi yaitu evaluatornya sendiri.
Menurut saya sudah lengkap komponen-komponen kurikulum tersebut seperti tujuan, isi, metode, dan evaluasi. yang mana antara satu komponen dengan komponen yang lain itu saling berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan. jikapun ada perubahan ataupun pembaharuan maka yang berubah mungkin hanya isi yang didalam komponen-komponen tersebut tidak menambah ataupun mengurangi jumlah komponen
BalasHapuskurikulum tersebut.
semua komponen dalam kurikulum sudah saling terkait dan terintegrasi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan. Namun dalam penerapannya ada yang kurang optimal. dalam mengevaluasinya harus disemua komponen. agar kurikulum terus berkembang.
BalasHapusTujuan utama dari tahap evaluasi tersebut ialah untuk memeriksa kinerja kurikulum lalu menyempurnakannya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang lebih baik lagi dan yang berperan pada tahap evaluasi kurikulum yakni evaluator, guru, komite, para ahli kurikulum dan orang tua siswa.
BalasHapusmenurut saya sudah lengkap dimana komponen utama dalam kurikulum ini dapat mencapai tujuan pendidikan nasional.
BalasHapusdan yang kedua, tujuan utama dari evaluasi adalah menilai sejauh mana kurikulum tsb telah terlaksana. setiap komponen harus di evaluasi. dan saya setuju dengan rifanny dimana guru,orang tua, komite, dinas pendidikan menjadi bagian penting dalam tahap pengevalusian kurikulum tsb
komponen-komponen penyusun kurikulum sudah di katakan lengkap karena sesuai dengan tujuan pendidikan di Indonesia.
BalasHapusSebagaimana yang telah dipaparkan di atas, syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
evaluasi merupakan bagian yang penting dalam proses pengembangan baik dalam pembuatan , perbaikan dan juga penyempurnaan nya harus di evaluasi semua agar kita dpat melihat tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan dan melihat efektifitas program yang dilaksanakan.
saya sependapat dengan kk rahmah bahwasannya evaluasi merupakan bagian yang penting dalam proses pengembangan baik dalam pembuatan , perbaikan dan juga penyempurnaan nya harus di evaluasi semua agar kita dpat melihat tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan dan melihat efektifitas program yang dilaksanakan.
HapusSaya akan mencoba menjawab permasalahan pertama,
BalasHapusBahwa komponen tersebut sudah lengkap, untuk pengurangan saya rasa tidak, sedangkan untuk penambahan mungkin saja mengingat kurikulum perlu disesuaikan dengan kebutuhan,
seperti yang diketahui komponen merupakan poin penting yang harus ada dalam sistem, masing-masing komponen kurikulum yang ada sampai saat ini juga sudah saling berintehrasi,terkait dan membentuk siklus yang tertata dengan baik, sehingga jika kurang satu komponen akan terjadi kesenjangan dan jika lebih tergantung penyesuaian.
penanggapi permasalahan mengenai tujuan evaluasi, adapun evaluasi itu sendiri yaitu Penilaian (Evaluasi) kurikulum yang meliputi semua aspek batas belajar. Menurut Schwartz dan kawan – kawannya, penilaian adalah suatu program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau faedah suatu pengalaman. Syarat – syarat umum evaluasi adalah penilaian yang harus dilaksanakan harus memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai berikut :
BalasHapusa. Memiliki validitas, artinya evaluasi harus benar – benar mengukur apa yang hendak diukur.
b. Mempunyai realibiltas, menunjukkan ketetapan hasilnya. Dengan kata lain, orang yang akan dites itu akan mendapat skor yang sama bila dites kembali dengan alat uji yang sama
c. Efisiensi, suatu alat evaluasi sedapat mungkin dipergunkan tanpa membuang waktu dan uang banyak.
d. Kegunaaan/kepraktisan, alat evaluasi harus berguna. Yaitu untuk memperoleh keterangan tentang siswa.
dan saipa saja yang berperan pada tahap evaluasi kurikulum ini, menuerut saya bukan hanya guru tetapi semua pihak yang telibat dalam pengembanagn kurikulum ini bahkan siswa sekalipun.
Saya sependapat dengan bang dhani yg mengatakan "semua komponen dalam kurikulum sudah saling terkait dan terintegrasi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan. Namun dalam penerapannya ada yang kurang optimal. dalam mengevaluasinya harus disemua komponen. agar kurikulum terus berkembang", dengan demikian Indonesia akan melahirkan generasi-generasi baru yg lebih baik.
BalasHapus