Landasan Psikologi Pendidikan


LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A.     Pandangan Umum
Suatu keadaan dimana anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan. Hal ini dipengaruhi oleh dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik, anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Pada hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri setiap individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Psikologi adalah salah satu landasan pokok dalam pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subjek dan objek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari perkembangan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif (Yusuf, 2000:2).


B.  Pengertian Landasan Psikologis dalam Pendidikan
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena Ilmu jiwa adalah ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu. Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah.
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).
Dengan demikian, psikologi adalah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis  dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.


C. Implikasi Psikologi dalam Kegiatan Belajar
1. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out put pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individulainnya. Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
2. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni (1) Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan, (2) Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain, (3) Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya, (4) Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya, (5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan, (6) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan, (7) Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya, (8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain, (9) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami, (10) Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain, (11) Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan, (12) Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman dan (13) Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
3. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaian pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.


Ada 3 Jenis Psikologi dalam Pendidikan
1.       Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).

Pendekatan pentahapan.
Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.

Pendekatan diferensial.
Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.

Pendekatan ipsatif.
Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.

Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :

  1. Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
  2. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
  3. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
  4. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
2.       Psikologi Belajar

Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.

Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku.  Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.

Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang  sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu  proses belajar dan hasil belajar.

Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.

Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya. Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).


3.       Psikologi Sosial

Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan  ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).

Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.

Kepribadian orang itu.
Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya.

Perilaku orang itu.
Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.

Latar belakang situasi.
Kedua data di atas  kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.

Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.

Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah minat dan kebutuhan individu, persepsi kesulitan akan tugas-tugas dan harapan sukses.

D.  Kesiapan Belajar dan Aspek-aspek Individu

Kesiapan  belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Pelengkap peserta didik atau warga belajar  sebagai subjek garis besarnya dapat dibagi menjadi lima  kelompok yaitu:

Watak,
ialah sifat yang dibawa sejak lahir yang hampir tidak dapat diubah. Misalnya watak pemarah, pendiam, menyendiri, suka berbicara, dan sebagainya.

Kemampuan umum (IQ),
ialah kecerdasan yang bersifat umum. Kemampuan ini dapat dijadikan ramalan tentang keberhasilan seseorang menyelesaikan suatu pekerjaan atau tingkat pendidikan yang dijalani.

Kemampuan khusus atau bakat,
ialah kemampuan tertentu yang dibawa sejak lahir. Kemampuan ini pada umumnya memberi arah kepada cita-cita seseorang terutama bila bakatnya terlayani dalam pendidikan.

Kepribadian,
ialah penampilan seseorang secara umum, seperti sikap, besarnya motivasi, kuatnya kemauan, tabahnya menghadapi rintangan, penghargaannya terhadap orang lain, kesopanannya, toleransinya dan sebagainya.

Latar belakang,
ialah lingkungan tempat dibesarkan terutamam lingkungan keluarga. Lingkungan ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa bayi dan kanak-kanak.

Aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah
1.    Rohani
a. Umum: Agama, perasaan, kemauan, pikiran
b. Sosial : Kemasyarakatan, cinta tanah air
2.    Jasmani
a. Keterampilan
b. Kesehatan
c. Keindahan tubuh

E.  Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis

Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secaara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke waktu. Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak menjadi dewasa akan mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya.

Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan. Sebagai contoh pertumbuhan adalah dorongan untuk berbicara karena kematangan organ bicara pada usia 1—2 tahun, sedangkan penggunaan bahasa tertentu dalam berbicara tergantung pada lingkungannya sebagai akibat perkembangan.

Selain itu, belajar adalah sebuah proses yang berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau (afektif) dan dari tidak bisa menjadi bisa (psikomotorik), misalnya seseorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa.
Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk (Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, 2005:108—109).


F.  Guna Calon Guru Mempelajari Ilmu Psikologi Pendidikan

Manfaat mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru dapat dibagi menjadi dua aspek,
yaitu:
a.       Untuk Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran
Memahami perbedaan individu (peserta didik), penciptaan iklim belajar yang kondusif dikelas, pemilihan strategi dan metode pembelajaran, memberikan bimbingan kepada peserta didik dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

b.       Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar
Menetapkan tujuan pembelajaran, penggunaan media pembelajaran dan penyusunan jadwal pelajaran. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru untu merencanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Berdasarkan uraian pada artikel di atas, coba anda jelaskan bagaimana keterkaitan implikasi psikologi dalam kegiatan pembelajaran kimia dan bagaimana pendapat anda tentang kesiapan belajar siswa yang terkait dengan aspek individu.


Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. saya akan menjawab permasalahan pertama, bagaimana implikasi psikologis dalam pembelajaran kimia,
    implikasi/ konsekuensi/ atau dampak psikologis siswa, khususnya dalam pembelajaran kimia atau materi kimia kita dapat melihat dari feedback atau respon siswa terhadap suatu materi kimia, kita bisa melihat dari emosi, perasaan, dan juga kepribadiannya. Misalnya saat belajar materi kimia yang perlu banyak berpikir atau rumus siswa yang kemampuan berpikirnya rendah akan menampakan raut wajah yang kesal karena sudah menyadari mereka tidak akan mampu menyelesaikan materi tersebut.atau akan keluar pernyataan seperti "yah ibuk rumus buk, susah", hal ini mendakan secara psikologis siswa tidak siap dengan materi tersebut, bermain dengan perasaannya yang merasa tidak akan mampu menyelesaikan materi rumus tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya setuju dengan pendapat kak melda. Namun disini dian ingin menambahkan sedikit bahwa Suatu keadaan dimana anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan. Hal ini dipengaruhi oleh dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik, anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Pada hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri setiap individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.sehingga psikologi dalam belajar sangat berhubungan karena adanya perubahan tingkah laku antar individu.

      Hapus
  3. kesiapan belajar berarti suatu kondisi yang ada pada diri seseorang dalam hal ini siswa, yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dimana kondisi ini dapat dilatih dan dikembangkan dan nantinya diharapkan siswa dapat memberi respon dan bereaksi. Dengan kata lain, ketika seseorang telah memiliki kesiapan belajar dalam dirinya maka siswa tersebut sudah siap untuk merespon dan memberikan reaksi ketika kegiatan belajar berlangsung. Seperti yang diungkapkan oleh Reber menegaskan salah satu asumsinya tentang kesiapan belajar adalah “Siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni”.
    Selain itu Dalyono juga berpendapat mengenai kesiapan belajar, yaitu:
    Setiap orang yang hendak melakukan kegiatan belajar harus memiliki kesiapan yakni dengan kemampuan yang cukup baik fisik, mental, maupun perlengkapan belajar. Kesiapan fisik berarti memiliki tenaga cukup kesehatan yang baik, sementara kesiapan mental miliki minat dan motivasi yang cukup untuk kegiatan belajar.

    kesiapan belajar termasuk sejumlah karakteristik seseorang yang termasuk dari hambatan dan yang memfasilitasi belajar. Komponen pertama dari kesiapan adalah bagaimana kondisi fisik. Pembelajaran ini mengindikasikan faktor pematangan dalam menentukan kepercayaan diri dalam menyelesaikan latihan. Komponen kedua yang termasuk kesiapan belajar berasal dari pengalamannya. Pengalaman seseorang menyiapkan pribadinya serta memudahkan dalam belajar. Komponen ketiga dalam kesiapan belajar adalah motivasi.
    Jadi selain siswa harus siap dari fisik pribadi masing-masing, siswa juga harus memiliki kesiapan secara mental /psikologi yang cukup supaya dapat mengerjakan sesuatu dengan maksimal. Seperti halnya, seorang anak yang memiliki badan yang sehat dan kondisi mental yang baik maka disaat proses pembelajaran akan terlihat segar dan merasa tenang untuk mengikuti proses belajar. Namun jika anak merasa badannya kurang sehat dan gelisah untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh gurunya, maka akan terlihat lebih tegang dan tidak dapat berkonsentasi sehingga situasi ini dapat dikatakan siswa belum siap dalam menerima pelajaran. Kondisi mental yang baik dimana siswa tidak merasa tertekan akan menimbulkan pelajaran yang diberikan oleh gurunya dapat diterima dengan baik pula.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat rahmah, bahwa sebelum siswa dibelajarkan siswa harus mempersiapkan moril dan materil, yaknni bagaimana siswa itu belaajr dari pengalaman dan pengetahuan yang ia miliki. contoh dalam pembelajaran kimia yakni pada materi laju reaksi, siswa tidak dapat mempelajari dengan baik materi laju reaksi jika siswa tidak mengetahui apa itu reaksi dan bagaimana reaksi itu terjadi serta apa yang mempengaruhinya

      Hapus
    2. saya setuju dengan pendapat kakak-kakak sekali bahwa pengalaman ataupengetahuan awal menjadi tobak awal dalam pembelajaran

      Hapus
    3. saya setuju dengan pendapat teman-teman bahwa sebelum siswa dibelajarkan siswa harus mempersiapkan moril dan materil, yaknni bagaimana siswa itu belaajr dari pengalaman dan pengetahuan yang ia miliki. contoh dalam pembelajaran kimia yakni pada materi laju reaksi, siswa tidak dapat mempelajari dengan baik materi laju reaksi jika siswa tidak mengetahui apa itu reaksi dan bagaimana reaksi itu terjadi serta apa yang mempengaruhinya

      Hapus
  4. Saya akan mencoba menanggapi permasalahan tentang bagaimana keterkaitan implikasi psikologi dalam kegiatan pembelajaran kimia. Menurut saya keterkaitannya itu salah satunya terletak pada situasi dan kondisi serta kesiapan psikologi peserta didik saat pelaksanaan pembelajaran kimia. dapat saya contohkan seperti ini, sebagaimana kita ketahui bahwa pelajaran kimia itu tergolong mata pelajaran yang membutuhkan konsetrasi tinggi dan bila saat itu psikologi siswa tidak siap dalam proses pembelajaran misal dia baru saja selesai dari matapelajaran olahraga maka siswa tidak dapat berkonsentrasi dengan baik dikarenkan fisiknya sedang lelah dan masih dalam keadaan gerah maka itu akan mempengaruhi psikologinya. Atau contoh lain saat proses pembelajan berlangsung ada gangguan dari luar kelasnya seperti suara musik yang cukup keras karena sedang ada matapelajaran kesenian dari kelas sebelah maka ini juga akan memperngaruhi konsentrasi siswa sehingga siswa tidak akan maksimal dalam mengikuti pelajaran.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. implikasi psikologi perkembangan dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
    1. Di dalam perkembangan seorang individu tentunya sebagai pendidik juga harus tau menempatkan dirinya terhadap perkembangan dengan memberikan metode atau cara pengajaran yang sesuai dengan tahap atau fase perkembangan individu yang akan di didiknya. Karena cara mendidik anak SD dengan mendidik anak SMA tentunya ada perbedan yang sangat signifikan, begitupun dengan usia atau mental mereka sangatlah berbeda pula. Untuk itu dengan memahami psikologi perkembangan ini diharapkan dapat berpengaruh di dalam pendidikan.
    2. Dengan memahami psikologi perkembangan, maka kita akan mengetahui tingkat kemampuan individu dalam setiap fase perkembangannya.
    Untuk mengetahui pada fase perkembangan yang mana seseorang bisa diberi stimulus tertentu.
    3. Dengan adanya psikolgi pendidikan ini, maka diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan – perubahan yang akan dihadapi oleh setiap individu.
    4. Khusus untuk tim pengajaar atau guru, dengan memahami psikologi pendidikan ini maka sudah pasti dapat memberikan pengajaran yang sesuai dengan usia anak didiknya.
    5. Dapat memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta kemampuannya yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat usia yang mempunyai ciri – ciri universal, dalam artian yang berlaku bagi anak – anak serta semua usia dan juga berlaku untuk semua tempat.
    Dengan memahami psikologi pendidikan ini, maka kita dapat mempelajari karakteristik umum perkembangan peserta didik, baik secara fisik, kognitif, maupun psikososial dalam segala aspek pendidikan anak atau individu tersebut.
    6. Dengan memahami psikologi perkembangan ini, anda dapat mempelajari perbedaan – perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan, fase, atau pada masa perkembangan tertentu.
    7. Dengan memahami dan menerapkan psikologi pendidikan ini, maka kita dapat mempelajari tingkah laku seorang anak atau seorang individu pada lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda pula satu dengan yang lainnya.
    8. Dengan adanya psikologi perkembangan ini, maka kita dapat mempelajari penyimpangan tingkah laku yang dialami oleh seseoranh seperti kenakalan, kelainan – kelaianan, dan juga fungsional inteleknya.
    9. Memungkinkan bukan hanya pengajar saja yang bisa memberiakn cara atau metode pengajaran yang tepat sesuai usianya, namun juga orang tua juga dapat berperan penting dalam hal ini.
    10. Dengan memahami psikologi perkembangan ini, maka diharapkan setiap individu yang memang masih mengalami perkembangan dapat mencari epdoman yang terbaik baginya, baik secara psikis maupun mental dan juga dari aspek sosialnya.

    BalasHapus
  8. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu:
    1) Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
    2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
    3) Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
    4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai / sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin. Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
    1) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
    2) Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
    3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
    4) Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
    5) Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  10. Menjawab permasalahan pertama, psikologis setiap masing-masing manusia berbeda dan itu juga mempengaruhi komponen-komponen dalam perumusan kurikulum. Karena pembelajaran itu dari siswa untuk siswa sehingga diperlukan analisis masing-masing psikologis siswa baik daya ingat, daya mengamati, daya pikir dan lainnya untuk menciptakan perumusan kurikulum yang dapat mewakili masing-masing psikologis dari suatu individu. Implementasi psikologis dalam segi komponen perumusan kurikulum. Berdasarkan tujuan maka bisa mengambil analisis psikologi secara umum yang mampu mewakili psikologis masinh-masing siswa agar tercapainya tujuan yang mampu dilaksanakan oleh masing-masing individu.
    Berdasarkan Isi/bahan ajar, maka bisa kita sistematiskan materi yang disampaikan dari sei C1 dahulu baru sampai C4 atau C6 (Kalau mampu)
    Berdasarkan Metode, maka kita harus memilih metode yang sesuai dengan psikologi siswa misal siswa didalam kelas beragam tingkat intelektualnya maka kita bisa mengangkat metode belajar yang mengheterogenkan siswanya agar yang pintar bisa mengajari yang kurang.
    Berdasarkan evaluasi, evaluasi sumatif dan formatif. Dikeduanya kita harus melihat evaluasi yang seperti apa harus dilakukan bila didasarkan dengan psikologis siwa yang kita ajar sebelumnya apakah metode sebelumnya sesuai dengan psikologisnya jika tidak bisa kita evaluasi lagi proses keseluruhannya

    BalasHapus
  11. psikologi pendidikan adalah sebuah cabang dari ilmu psikologi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia dalam usahanya untuk hal pendidikan. Nah tentunya psikologi perkembangan ini erat kaitannya atau peranannya terhadap pendidikan. Karena dengan memahami setiap perilaku, karakter, sikap, jiwa dan sifat seseorang berdasarkan kategori perkembangannya, maka seorang pendidik juga tentunya dapat menyesuaikan diri dengan mengerti bagaimana teori atau praktek pendidikan yang dibutuhkan seorang anak atau individu sesuai dengan masa perkembangannya.
    dengan memahami psikologi pendidikan ini maka sudah pasti dapat memberikan pengajaran yang sesuai dengan usia anak didiknya.

    BalasHapus
  12. Saya sependapat dengan kak Rini yang mngatakan "bahwa sebelum siswa dibelajarkan siswa harus mempersiapkan moril dan materil, yaknni bagaimana siswa itu belaajr dari pengalaman dan pengetahuan yang ia miliki. contoh dalam pembelajaran kimia yakni pada materi laju reaksi, siswa tidak dapat mempelajari dengan baik materi laju reaksi jika siswa tidak mengetahui apa itu reaksi dan bagaimana reaksi itu terjadi serta apa yang mempengaruhinya", secara sederhana siswa bisa mempersiapkan diri dengan mmbaca seblum melakukan proses pembelajaran.

    BalasHapus
  13. psikologis setiap masing-masing manusia berbeda dan itu juga mempengaruhi komponen-komponen dalam perumusan kurikulum. oleh kaarena itu dalam perumusan kurikulum aspek ini harus dipertimbangkan. kondisi plsikologi anak juga ikut menemtukan hasil belajar yang diperoleh. disini lah peran guru dalam menyikapi kondisi setiap anak didiknya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Blog 5

Materi Blog 4

Materi 3